Kedudukan Hukum Perkawinan yang Tidak Direstui Orang Tua dengan Alasan Tidak Dilakukannya Khitbah Menurut Hukum Islam Dikaitkan dengan Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1991 tentang Kompilasi Hukum Islam

Authors

  • Indira Ramadhani Lisyanto Universitas Padjadjaran
  • Renny Supriyatni Universitas Padjadjaran
  • Djanuardi Djanuardi Universitas Padjadjaran

DOI:

https://doi.org/10.62383/mahkamah.v1i4.231

Keywords:

Wali Adhal, Marriage, Khitbah

Abstract

Marriage is sacred, involving various things, namely the parties concerned, religion and beliefs, even relating to living law and national law. Based on Islamic law, the legal requirements of marriage, namely the pillars of marriage, must be fulfilled. One aspect of the pillars of marriage is that there must have a marriage guardian, but there are parents who are not willing to become marriage guardians because khitbah is not carried out. This study aims to examine how the legal position of marriage that is not approved by parents because khitbah is not carried out. This research method is normative legal research, where secondary data is used, namely legal materials in the form of related laws and regulations, as well as Islamic law. As a result, khitbah is not an aspect that determines whether a marriage is valid or not. Marriage is considered valid if the prospective bride and groom follow the provisions of the pillars of marriage.

Downloads

Download data is not yet available.

References

Hasibuan, A. (2017). Perwalian dalam nikah menurut pandangan hukum Islam. Al-Ashlah, 1(2).

Khalaf, A. W. (1994). Ilmu ushul fiqih (1st ed.). Semarang: Toha Putra Group.

Wasik, A. (n.d.). Mengembalikan tradisi "Abhekalan" (tunangan) dalam tradisi Islam. Retrieved from https://nursyamcentre.com/artikel/khazanah/mengembalikan_tradisi_abhekalan_tunangan_dalam_tradisi_islam [Accessed on 05/08/24].

Arifandi, F. (2018). Melamar dan melihat calon pasangan. Jakarta: Rumah Fiqih Publishing.

Hadikusuma, H. (2003). Hukum perkawinan Indonesia menurut perundangan, hukum adat, hukum agama. Bandung: Penerbit Mandar Maju.

Saleh, K. W. (1976). Hukum perkawinan Indonesia (4th ed.). Jakarta: Ghalia Indonesia.

Ja’far, K. (2021). Hukum perkawinan Islam di Indonesia. Bandar Lampung: Arjasa Pratama.

Tihami, M. A., & Sahrani, S. (2014). Fikih munakahat (kajian fikih nikah lengkap). Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

Syaltut, M. (1994). Akidah dan syari’ah Islam. Jakarta: Bumi Aksara.

Ali, M. D. (2010). Hukum Islam: Pengantar ilmu hukum dan tata hukum Islam di Indonesia (6th ed.). Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

Ahmad, N. F. (2019). Wanita dalam bahasa sufi. Jurnal Ilmu Pendidikan Islam, 17(1).

Santoso. (2016). Hakekat perkawinan menurut undang-undang perkawinan, hukum Islam dan hukum adat. Yudisia, 7(2).

Soekanto, S. (2010). Pengantar penelitian hukum. Jakarta: UI Press.

Hadi, S. (2017). Hukum positif dan the living law. DiH Jurnal Ilmu Hukum, 13(26).

Cahyani, T. D. (2020). Hukum perkawinan. Malang: UMM Press.

Wahidah, U. J. (2023). Peminangan, hadist tematik dan hukum meminang dalam Islam. El-Bait: Jurnal Hukum Keluarga Islam, 2(1).

Retnowulandari, W. (2021). Hukum keluarga Islam di Indonesia. Jakarta: Penerbit Universitas Trisakti.

Published

2024-10-22

How to Cite

Indira Ramadhani Lisyanto, Renny Supriyatni, & Djanuardi Djanuardi. (2024). Kedudukan Hukum Perkawinan yang Tidak Direstui Orang Tua dengan Alasan Tidak Dilakukannya Khitbah Menurut Hukum Islam Dikaitkan dengan Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 1991 tentang Kompilasi Hukum Islam. Mahkamah : Jurnal Riset Ilmu Hukum, 1(4), 265–274. https://doi.org/10.62383/mahkamah.v1i4.231